PLTU Celukan Bawang akan segera melakukan pembangunan tahap dua yang diperkirakan menelan investasi mencapai 1,5 triliun dan ditangani oleh 3 perusahaan, 2 asing dan 1 perusahaan asal Indonesia.

Investor PLTU Celukan Bawang memang terdiri dari 3 perusahaan besar, Di antaranya China Huadian Engineering Co.Ltd perusahaan asal Tiongkong, Merryline International Pte.Ltd perusahaan asal Singapura dan PT General Energy (GE) dari Indonesia.

Sedangkan untuk pembagian investasi terbesar dimiliki oleh perusahaan asal Tiongkok China Huadian Engineering Co.Ltd dengan porsi saham 51,00 persen.

Kemudian urutan kedua Merryline International Pte.Ltd, perusahaan asal Singapura dengan nilai investasi saham 38,49 persen.

Terakhir, PT General Energy (GE) Indonesia yang merupakan perusahaan dalam negeri dengan porsi saham 10,51 persen.

Dominasi asing memang sangat terlihat dalam proyek PLTU Celukan Bawang, untuk ijin investasi asing memang dikeluarkan oleh pihak pusat bukan daerah.

Pembangunan tahap dua PLTU Celukan Bawang memang seharusnya sudah mulai beroperasi, berbagai ijin sudah dikantongi mulai dari ijin lingkungan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup.

Sementara untuk izin prinsip telah dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPMRI) sejak tahun 2014 dengan nomor 2299/1/IP/-PB/PMA/2014.

Namun sampai saat ini pembangunan PLTU Celukan Bawang Tahap dua belum urung terlaksana karena proyek tersebut ternyata tidak masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Jika tidak masuk dalam RUPTL maka secara tidak langsung hasil listrik PLTU Celukan Bawang tidak akan diserap dan dibeli oleh pihak PLN.

Kendala pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap dua terus diupayakan untuk segera diatasi oleh pihak terkait terutama PLN mengingat Bali saat ini diambang krisis listrik.

Dari tahun ketahun memang pasokan litsrik untuk kawasan Bali selalu mengalami penurunan, hal ini dikarenakan permintaan pasokan listrik di Bali sangat tinggi.

Jika hal ini tidak bisa diatasi secara cepat maka dalam beberapa tahun kedepan Bali akan mengalami pemadaman bergilir terlebih jika cadangan listrik dibawah 30 persen, jika hal ini terjadi bisa dipastikan akan mengganggu kegiatan ekonomi terutama sektor pariwisata di Bali.