Pihak BPJS Kesehatan memberikan isyarat pasrah terkait rencana pemerintah menaikkan tarif INA-CBGs atau pembayaran kepada rumah sakit melalui sistem paket per episode pelayanan kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengaku setuju dengan kenaikan tarif INA-CBGs sepanjang tidak berakibat pada defisit neraca keuangan eks PT Askes (Persero) tersebut.

“BPJS Kesehatan setuju kenaikan tarif, tapi kenaikannya jangan sampai bikin BPJS Kesehatan langsung defisit. Jadi, kami ingin naiknya itu secara konservatif, bertahap yang jelas tarifnya,” ujarnya ditemui usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Rabu, 7 Desember.

Berdasarkan laporan keuangan, BPJS Kesehatan selalu mencatat defisit sejak dibentuk pada 2014 lalu. Namun, usai perbaikan, BPJS berhasil mencatat surplus Rp38,76 triliun pada 2021. Kinerja positif ini diharapkan terus berlanjut.

“Kita itu dalam sejarah selalu defisit (neraca keuangan), kan setelah positif ini jangan tiba-tiba mendadak negatif lagi. Kalau jadi nggak negatif lagi, setuju naik tarif,” jelas Ali.

Menurut dia, kenaikan tarif INA-CBGs sudah diperhitungkan agar tidak membuat neraca keuangan tidak defisit. Kalau hasilnya perhitungan itu disetujui, maka tak masalah tarif INA-CBGs dinaikkan. “Yang jelas saya no comment (tidak mau komentar) tentang besarannya, tapi saya ngomong prinsipnya dan kami punya aktuaris sudah menghitung,” imbuh Ali.

Sementara itu, untuk iuran yang harus dibayarkan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada BPJS Kesehatan dipastikan tidak akan naik hingga 2025 mendatang. “Ini tarif ya, kalau iuran tidak naik tahun depan sampai 2025,” pungkasnya.